Sabtu, 22 Januari 2011

18 Mudus Korupsi

Dari berbagai kasus korupsi yang ditangani KPK, ada banyak modus yang digunakan para tersangka. KPK menginventarisir berbagai modus tersebut dan mengklasifikasi dalam 18 modus tindak pidana korupsi. Apa saja?

Dalam ceramahnya di acara Penjelasan dan Dialog dengan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD dalam Sidang Paripurna Khusus di Gedung DPD-RI Senayan, Jakarta, Jumat (22/08), Ketua KPK Antasari Azhar memberikan tips mencegah terjadinya kebocoran keuangan negara baik APBN maupun APBD.

“Para kepala daerah harus mewaspadai setiap konflik kepentingan yang dilakukan dan diciptakan oleh pihak-pihak tertentu dalam berbagai bentuk untuk mempengaruhi para kepala daerah, konflik kepentingan merupakan penyebab utama terjadinya korupsi,” kata Antasari.



Dia kemudian menyebutkan, ada 18 modus tindak pidana korupsi yang selama ini paling sering dilakukan berdasarkan data yang dimiliki KPK.

1. Pengusaha menggunakan pejabat pusat untuk membujuk kepala daereah mengintervensi proses pengadaan barang/jasa dalam rangka memenangkan pengusaha tertentu dan meninggikan harga ataupun nilai kontrak.

2. Pengusaha mempengaruhi kepala daerah untuk mengintervemnsi proses pengadaan barang/jasa agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk ditunjuk langsung dan harga barang dinaikkan (di-mark up).

3. Panitia pengadaan yang dibentuk Pemda membuat sepesifikasi barang yang mengarah pada merek produk atau sepesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu, serta melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak.

4. Kepala daerah ataupun pejabat daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian membuat laporan pertangungjawaban fiktif.

5. Kepala daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana untuk kepentingan pribadi si pejabat yang bersangkutan atau kelompok tertentu kemudian membuat pertanggungjawaban fiktif.

6. Kepala daerah menerbitkan Perda sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundangan yang lebih tinggi, namun sudah tidak berlaku lagi.

7. Pengusaha, pejabat eksekutif dan DPRD membuat kesepakatan melakukan ruislag (tukar guling) atas aset Pemda dan menurunkan (mark down) harga aset Pemda, serta meninggikan harga asset milik pengusaha.

8. Kepala daerah meminta uang jasa dibayar di muka kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.

9. Kepala daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.

10. Kepala daerah membuka rekening atas nama Kas Daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat atau bendahara yang ditunjuk). Maksudnya, untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.

11. Kepala daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan di bank.

12. Kepala daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

13. Kepala daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya.

14. Kepala daerah, keluarga ataupun kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali ke Pemda dengan harga yang sudah di-mark up.

15. Kepala daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerah.

16. Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban pada anggaran dengan alasan pengurusasn DAK atau DAU.

17. Kepala daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusnan APBD.

18. Kepala daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.

“Korupsi menimbulkan risiko yang sangat tinggi bagi gagalnya pembangunan nasional, terganggunya ekonomi nasional, serta kerugian keuangan negara yang dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas dan menimbulkan risiko yang tinggi bagi jabatan kepala daerah,” tutup Antasari.

sumber: inilah.com

0 Comment:

Posting Komentar

News